Minggu, 05 April 2015



WASPADAI JIKA BERTUMPU PADA KEMURAHAN HARGA

Oleh Lisya Anggraini

Adalah fakta bahwa kecenderungan pelaku usaha pemula atau para startup sering terfokus pada operasional bisnis atau apa yang diproduksi. Namun, sering lalai dan begitu lemah dalam melakukan perencanaan strategi bisnis. Menurut Naem Zafar, pengajar entrepreneurship dari California,inilah yang sering menyebabkan para start up sering gagal dan terbentur untuk melakukan pengembangan bisnis.
Jika ingin keluar dari kebuntuan, mau tidak mau, para start up harus rela untuk menfokuskan energi dan waktu untuk lebih dulu menyiapkan strategi bisnis.
Tahapan itu dimulai dengan kemampuan menjawabtujuh pertanyaan utama yang harus dipunyai para startup. Pertanyaan pertama sampai ke tiga telah dibahas pada tulisan terdahulu. Dan tinggal menjawab pertanyaan ke empat hingga ke tujuh.
Naem menyatakan, keharusan para start up untuk mengenal secara rinci mengenai diferensiasi atau ciri pembeda solusi yang ada dalam produk maupun jasa yang akan ditawarkan ke pelanggan dibandingkan produk dan jasa serupa yang telah lebih dulu ada dipasar. Naem mengingatkan, jika ciri pembeda hanya menyangkut harga yang lebih murah, ini harus diwaspadai. Perang harga hanya akan membuat kekuatan Anda semakin lemah. Dan tidak akan menjamin, keunggulan utama dalam jangka panjang.
Pertanyaan kelima, menyangkut kesiapan para start up menyiapkan semacam kerangka kerja dalam bisnisnya, yang disebut bisnis model. Bisnis model ini yang akan membimbing para start up untuk bisa merumuskan tahapan kerja yang akan dilakukan dengan pengukuran yang tepat. Dalam bisnis model, para start akan menemukan langkah-langkah kerja dalam bisnisnya.
Mulai dari merumuskan solusi yang ditawarkan, segmentasi pasar, kegiatan produksi, cara menjangkau pasar, sumber-sumber yang dibutuhkan, mitra, binarelasi, sumber pendapatan dan biaya produksi. Jika para start up mampu membuat bisnis model yang terukur,akan menggiringnya untuk bisa mencapai profit maupun langkah-langkah operasional bisnis yang tidak terbentur pada kebuntuan.

Keenam, Naem menyarankan supaya para start up menghindari one man show. Selain melelahkan, usaha yang Anda kelola akan tidak mampu untuk bisa bergerak secara cepat. Pertanyaan yang harus dijawab, sejauh mana para start up mampu menjadikan karyawannya menjadi tim yang mampu memahami visi usaha sehingga bisa memiliki satu semangat untuk mencapai goal bersama. Naem mengatakan, mengembangkan bisnis startup, membutuhkan tim yang kuat.
Meskipun itu baru berapa orang, yang terpenting adalah kekuatan timnya.
Hengki Suryawan, owner, PT Bahtera Bestari Shipping(BBS), pengusaha yang disebut raja kapal dari Kepri ini, menjabarkan mengenai hal ini pada pertemuan dengan kelas training Batam Pos Entrepreneur School Rabu 15/5 lalu. Ia mengatakan, ”Sentuh hati karyawan Anda,maka ia akan berbuat sesuai visi yang Anda inginkan.”

Menyentuh hati karyawan tentu bukan pekerjaan yang mudah. Yang sering terjadi adalah, antara owner atau pemimpin bisnis sering terbentur pada penyamaan visi. Proses transformasi visi kepada karyawan itu bukan pekerjaan yang mudah. Kenyataannya, hal ini menjadi masalah di banyak perusahaan. Bahkan, Arfan Awaloedin owner Rumah Sakit Awal Bros, mengatakan, persolaan sumber daya manusia, dalam hal ini karyawan, adalah masalah semua pengusaha.

Apalagi perusahaan start up. Dengan sistem yang tengah dibangun, dan perusahaan juga belum memiliki branding dan prestise yang kuat, membuat daya untuk mengikat karyawan itu tidak mudah. Ditambah lagi,pekerjaan di perusahaan start up biasanya menuntut kerja lebih dibandingkan perusahaan yang sudah berbentuk korporasi. Namun, kenapa beberapa perusahaan yang tadinya start up justru mampu didorong oleh karyawannya yang disebutnya sebagai tim, menjadi perusahaan yang kuat bahkan membesar.

Mengenai hal ini, Rida K Liamsi, CEO Jawa Pos National Network (JPPN) mengatakan, “Senangi kekurangan tim Anda.”

Wah? Nasehat Rida, dalam kalimatnya itu, tentulah bukan mengamini kekurangan karyawan, namun dari titik terkecil kelebihan karyawan yang akan membawa pemimpin atau pun pemilik usaha menemukan kelebihan-kelebihan lain dan focus justru tertuju pada hal ini. Bukan pada kekurangannya. Dan kelebihan itu didorong menjadi lebih membesar. Kemudian bisa menjelma menjadi karyawan yang memberikan solusi pada perusahaan, bukan menjadi karyawan yang menambah problem.

Hengki maupun Rida, yang sudah menjadi pengusaha puluhan tahun,menemukan pemahaman sedemikian dikarenakan beragam rasa yang dialaminya menyangkut karyawan yang menjadi tim untuk mengembangkan bisnisnya. Bagi para start up tentulah ini bukan hal yang gampang. Namun ini adalah tantangan!
Pertanyaan ke tujuh Naem adalah menyangkut waktu. “Kenapa Anda memulai bisnis sekarang? ”Para start up mampu menjawab soal ini, tidak hanya memahami siapa yang akan membeli produk atau jasanya. Tetapi tahapan yang ada dalam bisnis model. Juga faktor-faktor di luar hal itu, baik menyangkut situasi ekonomi.
Gampang? Tidak juga. Sulit? Belum tentu. Karena perusahaan yang kini berkibar besar dan kuat, berawal dari start up. Apa yang membedakan mereka kemudian bisa berhasil, sedangkan para start up yang lain hanya jalan di tempat bahkan limbung? Naem mengatakan, pahami kembali secara benar-benar tujuh pertanyaan yang disampaikannya. Yang akan membimbing menemukan jalan untuk bisa menjadi entrepreneur. Dan tentu tidak sim salabim. Perlu upaya, tahapan juga waktu! ***



"Menyentuh hati karyawan tentu bukan pekerjaan yang mudah. Yang sering terjadi adalah, antara owner atau pemimpin bisnis sering terbentur pada penyamaan visi"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar